Marhaban ya Ramadan (re-publish)

Ramadan, bulan yang selalu aku tunggu kedatangannya. Bulan yang katanya setiap perbuatan baik akan dihadiahi berlipat ganda, bulan yang dianugrahi untuk meminta ampunan kepada Allah, bulan dimana pintu Surga dibuka, bulan yang paling tepat untuk belajar ikhlas dan menahan diri, bulan terbaik diantara bulan-bulan yang ada di kalender Hijriyah.

ramadan-kareem-background-with-an-arabic-lantern_23-2147511098
Source: www.freepik.com

Ini kali kedua aku menjalani bulan yang teramat suci ini ditempat yang berjarak belasan ribuan kilometer dari keluarga. Pun kali kedua menjalani puasa selama kurang lebih 19 jam. Banyak yang bertanya “Kenapa?”, Kenapa ini dan itu, kenapa tidak pulang ke Indonesia, Kenapa tetap tinggal di Jerman, kenapa kenapa dan kenapa. Aah, andaikan aku bisa menjawab semua pertanyaan itu, atau andaikan semua bisa mengerti. Tapi, sudahlah…pun jika aku menjelaskan, belum tentu semua akan mengerti keadaanku. Belum tentu mereka yang mendengar kisahku bakal memahami dan memposisikan dirinya dikeadaan aku. Bahkan sebenarnya tidak semua pertanyaan itu mesti dijawab kan? Tidak semua pertanyaan “Kenapa” selalu memiliki jawaban “karena”. Kadang jawaban terbaik itu hanya tersenyum, cuma itu. Dan seharusnya setiap manusia menghormati keputusan seorang individu, karena kita tidak akan pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi terhadap orang tersebut. Dan aku, aku masih ingat semua janji dan tanggung jawabku. Cukuplah aku memberitakan, “Hey, Alhamdulillah aku masih bisa bernafas disini dan bersiap diri demi bulan yang luar biasa besok hari.”

Ramadan, bulan yang aku mengerti bukan hanya berpuasa menahan makan dan minum selama seharian penuh, tetapi juga bulan meminta ampunan dan mendekatkan diri kepada Allah. Bulan yang tepat untuk meraih kembali ridho dan cinta-Nya, dan tentunya bulan untuk mensucikan diri, termasuk hati.

Semoga diri ini bisa mengerti lebih dalam hakikat berpuasa di bulan Ramadan, sepenuhnya bertawakal atas segala takdir yang ditetapkan Sang Pencipta, pun juga selalu berusaha menyerahkan hati sepenuhnya kepada Sang Pemilik Cinta.

Semoga diri ini bisa selalu bergerak menjadi muslimah yang lebih baik, dan tentunya lebih kuat menjalani setiap kejadian apapun,
Semoga diri ini bisa percaya jika Ramadan adalah momen terbaik atas segala yang telah terjadi.

Semoga ada cahaya terang diujung sana, ketika Ramadan berganti Syawal.
Semoga Ramadan menjadi obat hati terbaik dikala semuanya terlihat kabur dan tidak sesuai harapan,
Semoga bulan suci ini bisa mengikis segala kerisauan, kesedihan, kekesalan bahkan kebencian yang masih tertinggal.
Semoga bulan ini menjadi pembelajaran akan kata “ikhlas” dan “bahagia”,
semo
Dan semoga diujung Ramadan nanti ada kata “Alhamdulillah, aku menang” terlontar dari hati ini kepada sang otak hingga akhirnya senyum tulus dan merekah bisa dihadiahi kepada siapapun yang ditemui.

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa 1437 Hijriyah,
Selamat Berjuang dan semoga menjadi pemenang.

Aachen, 5 Juni 2016

Aku Takut

20160506_194500Aku takut menatap,
Memandang apa yang ada dan mungkin terjadi dimasa depan,
Aku takut akan kata tidak atau iya,
Yang nanti berbuntut kesedihan tak berujung,
Aku takut bertanya,
Akankah angin menyampaikan semuanya,
Atau hanya sekedar membawanya pergi jauh, tanpa bekas, tanpa jawaban
Aku takut bertanya,
Akankah jawaban itu membungkus rapi semuanya,
Atau bahkan menghancurkannya berkeping-keping,
Aku takut bermimpi,
Jika nanti ketika terbangun, semua mimpi itu sirna,
Atau semua angan itu menguap diterpa panasnya matahari,
Aku takut memutuskan,
Memilih untuk tetap bertahan atau melanjutkan perjalanan,
Aku takut membuka mata,
Memandang semua terjadi tanpa bisa berbuat apa-apa,
Aku takut menutup mata,
Membiarkan setiap kejadian menikamku berkali-kali tanpa ampun,
Aku takut berharap,
Membiarkan neuron-neuron ini berpose membentuk gambar-gambar itu,
Aku takut melompat,
Membiarkan tubuh ini terhempas bebas tanpa ada yang menyambutnya
Aku takut mengira,
Membayangkan kejadian-kejadian yang mungkin saja tidak akan terjadi,
Aku takut meminta,
Berharap semuanya berjalan sesuai yang diinginkan
Aku takut untuk tinggal,
Membiarkan semuanya perlahan mengering atau bahkan membusuk,
Membiarkan tubuh ini tetap hidup dalam ruang waktu yang sama,
Aku takut pergi,
Meninggalkan semuanya tanpa jejak,
Melontarkan kata Selamat Tinggal tanpa ada kata Sampai Jumpa Lagi,
Aku takut mengintip,
Mengira-ngira apa yang ada diujung jalan sana,
Menerka jawaban sang waktu,
Mencoba memahami pertemanannya dengan sang jarak,
Akankah mereka berdua berteman baik denganku,
Atau sebaliknya, menguburku dalam-dalam, hingga nanti jejakku hilang sempurna, tanpa ada satupun yang mengingatnya.
Aku takut…

Bonn, 2 Mei 2016

Dear Snow

IMG_2919

I wonder, I wonder what’s going on just now,
I don’t see clear sky, it’s so cloudy and foggy,
My fingers are freezing although I stay inside,
I try standing against the window and inhaling the air,
It’s not such fresh smelling air as I breathed yesterday.
Isn’t this winter breeze?
But why now?

The spring has come, hasn’t it?
It’s April now, the end of April.
I witness flowers elegantly bloom, birds cheerfully sing in the morning.
Doesn’t it mean warm atmosphere has greeted with a “Hello”?

Clouds becomes heavier than before, the wind blows energetically,
Is it rain? But why is it so strong?
What are those sounds?
Tiny ice particles hit my window,
Oh, that is hailstone,
Wait, hailstone in the Spring?

Now it’s gone, but the wind still whiffs powerfully,
Why? what is that?
Soft little white grains are falling down from the sky,
Beautifully bump into my window,
Well, Snow, is that you?
Weren’t you supposed to come last season?

Hey dear Snow,
Why do you come on this sunny day, now?
Do you intentionally insist to say “Hello” again?
But why now?
You don’t belong to this season, dear.

Dear Snow, please…
Please don’t show up anymore,
It doesn’t mean I hate you,
I love you coming in previous season.
Let’s meet up again next year.

Dear Snow, please…
Let the sun wrap this city with its dazzling warmth,
Allow people enjoy the day without wearing thick jacket,
Let the flowers flourish peacefully,
Let this season turns into Perfect Spring.

Dear Snow,
See you when I see you again.

Snow in April,
Aachen, 24 April 2016.

(Photo was taken on 28 December 2014)

Dear KLM, May I Hate You? [Part 1]

The word “strike” few days ago has successfully brought me to remember what had happened in the last few months. Kinda terrible story to tell, but i just wanna share what I had happened. It’s  hard to believe that I should put that title, but that’s the reality. I can’t push my self to love it since the first time experiencing such an “amazing” story in my life. Really wanna stop thinking about it but still those scenes are replaying so often in this mind. Maybe writing it down will help to delete some parts of the whole movie.

One thing to remember,  NEVER EVER UNDERESTIMATE YOUR INSTINCT, that’s the couple words that i’d like to warn everybody. You may listen to others opinions but please do not take it as your final execution. Why? Because such bad things that you depict before undergoing it may happen, just like what i had when traveling with one of the best aircraft companies in the world. Well, i should say that one is not the best for me, at all. And of course I have strong reasons to say it.

Wednesday morning 25 June 2014, I started leaving my room in Home Boudewijn with full of great expectation, gathering with my family and friends in Indonesia. My flight was at 6 pm from Brussels National Luchthaven to Amsterdam, the next airport where I would take the next flight to Jakarta, Indonesia. I didn’t forget to pray once stepping out from the building, caught the train then did early check it. One thing in my mind, successfully landed in Soekarno-Hatta International Airport in the next day. Who knows such terrible things could happen anywhere and anytime. I could say it was my bad luck, yes…totally bad luck. Waiting for almost 5 hours in order to escape from the missed airplane has ended up with what so called “forever waiting”. The word “strike” suddenly appeared in the airport. Yes, that was ATC (Air Traffic Controller) Strike, the planned strike for 2 hours from 6pm to 8pm. What a coincidence or What a fate ! I was barely laughing when the KLM officers told us. I really had no idea what was the reasons behind it. As far I know, the strike also happened in France, creating complicated situation in european flights at that time. I still put my hope that the plane could still fly with the announcement of the ATC officers. Every passenger got into the plane meanwhile the KLM officers “threw in” luggage into it. We were waiting for almost half an hour while listening to the ATC warning, “if cannot fly at 5.58, then this plane has to wait till 8 o’clock”. Oh well, seems like the luckiness was going away from me at that time, the officers couldn’t make it. This hopeful face suddenly changed while stepping out from the plane. Yes, the plane is delayed, the pilot couldn’t do anything without ATC instructions. Oh well, how about my next flight then? I was totally being insane together with one of my friends who accidentally had the same plan with me. Calculating the transit time then concluding that we would miss the next flight for sure.

How could I catch the plane while I started to fly from Brussels at 8pm and the next flight was at 8pm as well? Totally impossible, right? Before what did happen in Amsterdam, I wasn’t blaming the KLM, but then I had to blame this  company since i got bad treatment in Amsterdam Schiphol Airport. The main problem was settled, I missed the flight. They arranged the new flights which was in the next afternoon meaning i should stay there for 1 day. how’s the solution? I was supposed to get the hotel, right? or at least an appropriate place to sleep. Sleepless tired body is not good at all to have such kinda condition. This body already reached its threshold after struggling with exams, this mind also should be refreshed and hibernated. I wish my body was kinda like computer that where I could push ALT+F4 to close or F5 to refresh. Huge amount of passengers are standing in line in front of KLM office to get the hotel ticket. Again, that time was not my Ace card, I didn’t get the hotel and the officers just told kinda in harsh words, seriously. I wish i could remember those names. The reason is one, no room left, even for my friend. Instead ,they asked us to search the hotel near the airport, pay with our own money then they will reimburse it meanwhile it was already midnight. I was carrying quite heavy stuffs, so then I decided to just stay in the airport. I hated that condition so much, all of my plans were ruined, I supposed to arrive on 26 June 2014 but it won’t never happen. Just because “in my opinion” KLM is too “selfish” to not transfer me or other passengers to other companies just like Etihad or others which still fly in the same day. I was to tired, my body already felt under the weather, my back was so hurtful, i needed appropriate place to sleep but I couldn’t have it. Well, even I couldn’t get the simple blanket to cover my body. That night was quite windy and cold, I didn’t prepare well for the jacket because I thought I was gonna have it one inside the plane. It was so hard to sleep, i tried to entertain myself with watching funny Korean reality shows but still it didn’t work. Aroud 4 am, I couldn’t stand it anymore, seems like at that time i was about to collapse. So then i took 2 hours sleeping, hoping this body would feel a bit better. I was kinda like a zombie in the morning when my head was so heavy, my bones seems like completely broken and it was even hard to stand up. Oh life, i never imagined to have such kinda experiences, I was crying when I couldn’t hold up everything in my mind. I wanted to blame the bad services but i simply couldn’t do it just because I was too tired to argue with them.

5pm is  a way to longer to wait, the flight route was changed, now I had to transit in Bangkok then continue it to Jakarta. I really wanna get into the plane sooner, attached to the seat and slept, at least this “broken” body will be healed a little bit. Well then the flight to Bangkok was okay, luckily the cabin crews were nice enough to make me forget  a while what had happened until another problem had arrived once I touched down in Bangkok. Oh God, another flight problem AGAIN? I was really sick and tired of that condition, wishing that it could be ended up sooner. Since KLM is a skyline team, the next flight from Bangkok to Jakarta was operated by the Garuda Indonesia, but the problem was the passengers from the yesterday delayed flight was not registered to the appointed flight given by KLM officer in Amsterdam airport. Oh well, how come? how could this happen? why there wasn’t any coordination? Luckily the Garuda Indonesia staff in Bangkok was really nice and she helped a lot, finally I could checked in to the plane.

One thing that I’m thankful, I could still survive until reaching Indonesia even though I might look like a homeless person with the worst condition. Luckily my best friend came up to airport, Alhamdulillah I still get another luckiness after receiving such kinda treatments. I was totally disappointed with the KLM services, seriously. Why they did it? I know it wasn’t their fault at all but still they should anticipate for the worst scenario that could happen. They sell services, they should show their best, even I already wrote down my complaint but still it was just putting in trash. Thank you, I thought I have rights to hate you, KLM.

(to be continued-> the second part of this story will come up sooner)

Halo Aachen, Semoga Kita Berteman

What an amazing day, Alhamdulillah.

Janji itu memang benar, jika kita membantu orang lain, maka orang lain pun akan membantu kita. Hari ini ditolong sama 1 junior sejurusan dan 2 teman yang mau nemenin pindahan ke Aachen sambil membawa 3 koper berat. Cerita yg cukup mengesankan itu ketika di Sint Pieters Station nolongin teman China yg satu bus dengan kita. Dia harus mengejar bus ke airport yg jam keberangkatannya 5 menit lagi. Saya pun sambil berlari mendorong keretanya ke peron 9 yg cukup jauh dr halte bus dan syukurlah dia tidak ketinggalan kereta. Jika ketinggalan, dia juga bakal ketinggalan pesawat ke Madrid.

Nah perjalanan kita dimulai dari Ghent Sint Pieters hingga ke Liege pure tanpa bantuan orang tak dikenal alias cuma kita bertiga saja. Ketika akan menaiki kereta ke Aachen, gegara satu koper yg super berat, seorang mas-mas cakep berkebangsaan jerman yg lagi nyandangin backpack super besar nolongin angketin koper besar ini dan harus ngalamin tragedi jatuh karena kesandung tangga kereta. Dan dia pun masih tetap membantu angketin 2 koper lagi, benar-benar anak baik hati. Setibanya di Aachen Hbf, seorang Bapak pun membantu ngeluarin koper-koper besar ini, dan tragedi kesandung pun kejadian lg. Kali ini salah satu teman tersandung karena kakinya masuk gap diantara kereta dan platform, untunglah kakinya tidak luka. Ternyata perjuangan kita pun masih belum berakhir, naik bus di Aachen Hbf menuju tempat tinggal baru pun bermasalah. Bermodalkan bahasa jerman pas-pasan, kita memesan tiga tiket kearah Ponttor,sesuai dengan instruksi yg diberikan seorang teman sejurusan yg tinggal disana, setibanya di halte Ponttor, beberapa tragedi terjadi lagi. Ketika ngangketin koper keluar bus, ga sengaja si koper berat ini ngehimpit jempol kaki dan ngehadiahin jempol berdarah. Melihat saya yg teriak kesakitan, seorang mas-mas dengan spontan langsung membantu mengeluarkan koper tersebut.

Kebingungan pun melanda karena di Ponttor ada beberapa halte dan masih belum jelas halte mana yg dilewatin oleh bus ke home. Alhasil, akhirnya kita memutuskan untuk menyebrangi jalan, dan menghampiri seorang kakek dan mas-mas ganteng yg lagi nungguin bus. Teman saya pun mencoba bertanya kepada mereka tempat halte yg dilewati bus-bus yg dibilang oleh teman sejurusan saya. Anehnya, yg ngejawab itu si kakek yg katanya dia juga tidak tau halte busnya dan si mas td seperti tidak mengerti bahasa inggris. Kita pun menjadi heran, tidak berselang beberapa menit, kita melihat mas-mas itu berjalan keluar halte dan mengarah menjauhi halte, dalam hati saya berfikir kalo mas-mas nya merasa tersinggung karena ditanya. Eh ternyata beberapa saat kemudian dia menghampiri kita dan menunjukkan halte yg dilewati oleh bus-bus tersebut. Kita pun berterima kasih dan segera menghampiri halte yg dimaksud.

Karena masih ragu arah bus-busnya apakah sesuai dengan arah dimana home itu berada atau berlawanan arah, akhirnya kita memutuskan untuk jalan karena jaraknya pun tidak jauh. Ternyata kita berjalan ke arah yg berlawanan, untunglah ada GPS yang menolong. Kejadian menakjubkan pun terjadi ketika kembali menyebrangi jalan, seorang Bapak paruh baya berwajah chinese menyapa kita, spontan kita menjawab dr Indonesia dan ternyata si Bapak juga dr Indonesia. Seorang Bapak yang baik dan humble banget, ternyata beliau tinggal tidak jauh dr halte tempat kita turun tadi, beliau pun langsung menawarkan untuk mengantarkan kita dengan mobilnya. Sementara itu, parahnya saya, saya lupa tanya nama home tempat dimana saya akan tinggal, saya hanya mengikuti instruksi teman itu dan dia cuma memberitahu tentang transportasi kesana. Saya pun lupa bertanya nama dr gedung itu. Si bapak pun bertanya nama wohnung tempat saya tinggal, spontan saya juga bingung karena saya tidak pernah tahu nama homenya. Dan parahnya lagi, teman sejurusan saya tidak mengangkat telepon, padahal saya telah menelponnya berkali-kali. Sesampai di jalan yang dimaksud, saya semakin bingung dengan 4 tower yang bangunannya berdekatan. Teman sejurusan itu masih tidak mengangkat telepon, mungkin dia lagi sibuk. dengan tingkat kepanikan akut,saya langsung menghubungi subtenant yg menyewa kamar tsb dr teman saya, syukurlah dia merespon cepat (sayang sekali dia belum memiliki nomor jerman, jd saya cuma bisa menghubunginya lewat whatsapp dan facebook) dan akhirnya si Bapak bisa mengantarkan kita kesana. Si Bapak pun mengantarkan kita tepat didepan pintu masuk gedung yg dimaksud dan juga membantu mengangkat koper-koper besar ini. Kita pun berterima kasih kepada beliau. Benar-benar pertolongan yg luar biasa, saya tidak bisa membayangkan jika beliau tidak ada, mungkin kita tidak bisa balik ke ghent pukul 17.56. Sementara itu subtenant yg menempati kamar tersebut turun dan menjemput kita didepan gedung dan akhirnya naik ke lantai yg dituju. Kamar yg akan saya tempati itu terlihat nyaman, di lantai yang sama dengan lantai kamar di Home Boudewijn, entah ada hubungan apa antara saya dengan lantai 13. Cuma beda nomor kamar dan arah matahari masuk, jika di home boudewijn matahari terbit yang menyinari kamar, kali ini matahari terbenam yg menyinari kamar. Viewnya pun tidak kalah bagus, dekat kamar mandi dan dapur. Sepertinya saya tidak akan komplain ttg dapur yg jauh spt yg saya alami disini. Setelah shalat dan meng-unpack barang-barang, kita pun menuju halte bus untuk kembali ke Aachen Hbf, dan lagi-lagi sejenis kejadian aneh terjadi. Saya mencoba berbahasa jerman untuk membeli tiket ke Aachen Hbf, tp sepertinya si Bapak supir bingung karena dia mikirnya tiket kereta, bahkan beliau nyebutin Brussels Luchthaven Airport. Parahnya, si Bapak ngomong dengan cepat pakai bahasa jerman dan saya seperti orang bego yg mencoba mentranslate maksud beliau. Teman saya pun mencoba mengerti maksud si Bapak,akhirnya karena beliau melihat kita kelihatan bingung sekali, beliau membolehkan kita naik bus tanpa bayar. Aah Bapak,terima kasih banyak atas kebaikannya.

Mengingat Ponttor adalah spot transit antara 2 bus dr Aachen Hbf ke home, akhirnya kita turun dihalte tsb dan menuju halte satunya lg. Jelang beberapa saat, bus pun datang dan kali ini mencoba berbahasa inggris. Untunglah si mas sopirnya mengerti dan akhirnya kita pun berhasil kembali ke Aachen Hbf serta selanjutnya menuju Ghent. Benar-benar hari yang luar biasa, terima kasih teman-teman dan orang-orang yang telah membantu saya hari ini. Terima kasih juga warga Aachen atas warm welcome greetingsnya, saya merasa senang sekali ketika berpapasan muka dengan mereka, mereka yg menyapa duluan. 🙂

Me, Super Junior, Cho Kyuhyun dan Korea

“Do not hate something too badly because someday, slow but sure, you’ll find out yourself fall in love with it.” Just figure it out after looking back to these past 10 years.

Petikan kalimat diatas itu bukanlah hanya kalimat biasa menurut saya, dan kali ini saya akan cerita, ya lebih tepatnya cuma sharing “kegilaan” yang muncul beberapa minggu terakhir ini.

Kegilaan saya ini mengingatkan kejadian-kejadian 5-10 tahun yang lalu ketika baru mengenal yang namanya “Drama Korea” dan “Kpop musik”. Di zaman SMA, ketika drama korea Endless Love, Full House dan Princess Hours ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta. Saking suka sama para pemainnya, saya pun mencetak foto mereka ukuran 1R. Kegilaan saya hanya bertahan selama 1 bulan sembari diakhiri dengan keputusan memilih jurusan Sastra Korea UI sebagai pilihan SPMB kedua. Saat itu tahun 2007, saya gagal mendapatkan posisi PMDK di Hubungan Internasional UI. Lantas saya tidak patah arang, dengan PD nya saya memilih mengikuti SPMB jalur IPC walaupun saat itu saya telah diterima di Bakrie School of Management (sekarang Universitas Bakrie). Dengan perasaan mantap saya menolak beasiswa dr universitas tersebut (songong banget ya, belum tentu bakal lulus SPMB berani-beraninya nolak beasiswa, hehe). Saya pun harus bolak balik ke sekolah dan meminta bantuan Kepala Sekolah beserta Wakil untuk menyatakan keputusan saya. Sementara itu, berbekal dengan buku SPMB jurusan IPC yang dibeli dengan harga Rp. 20,000 dan bimbel gratis dari Dinas Pendidikan Kota Bukittinggi selama 1 minggu, saya pun belajar giat dengan harapan bisa lulus. Formulir SPMB dibeli, jurusan pertama tentunya Hubungan Internasional UI (jurusan mutlak yang harus saya pilih waktu itu karena saking pengennya ke luar negeri, hehe), nah untuk jurusan kedua dan ketiga saya benar-benar tidak ada bayangan mau memilih apa. Berbekal sedikit informasi dari senior dan panduan buku GO, saya pun memilih Teknik Elektro UNAND sebagai jurusan ketiga (bukan kedua ya, KETIGA) dengan alasan sepertinya jurusan ini mengasikkan karena banyak fisikanya (yaelah neng, fisika disukai ;)). Nah, untuk jurusan kedua, yang pastinya grade jurusannya harus diantara jurusan 1 dan 3. Mengingat dan menimbang kecintaan saya dengan hal-hal berbau Korea, saya pun memilih jurusan Sastra Korea UI sebagai pilihan ke 2. Keputusan yang benar-benar aneh dalam memilih jurusan (yang tentunya menentukan masa depan saya). Singkat cerita, saya gagal lulus di HI dan Sastra Korea UI, tapi alhamdulillah lulus di Jurusan Teknik Elektro Universitas Andalas (tetap bersyukur walaupun saat itu super sedih karena gagal masuk UI).

(Kembali ke topik utama)

Gagal kuliah di sastra Korea UI, saya pun melanjutkan kehidupan di Teknik Elektro tanpa memikirkan hal-hal berbau Korea hingga di awal tahun 2009 Drama Korea “Boys Before Flowers” yang dimainkan Lee Min Ho, Kim Hyun Joong, Ko Hye Sun, Kim Bum dan Kim Joon menghipnotis saya lagi dengan yang namanya “Korea”, bahkan saat itu saya membeli majalah edisi poster-poster mereka dan menempelnya di dinding kamar kosan yang sebelumnya juga sudah ditempeli poster Kaka (pemain AC MILAN). Pun juga saat itu saya suka dengan boyband Shinee dengan lagunya Ring Ding Dong dan Lucifer. Poster tetap terpajang namun rasa suka itu tidak berlangsung lama, dan setelah itu saya lupa dengan drama Korea beserta musiknya.

Di penghujung tahun 2012, ketika saya telah lulus S1 dan lagi giat-giatnya belajar TOEFL sembari mengajar bahasa inggris disalah satu tempat Bimbel untuk anak2 SD, teman saya menyuguhi drama Korea tahun 2011, Heartstrings yang dimainkan Jung Yong Hwa dan Park Shin Ye. Awalnya saya pikir bukan suara asli Yong Hwa, namun saya salah karena dia itu benar-benar artis sekaligus penyanyi. Ya, saya pun harus mengakui kalo saya suka dia dan grup bandnya CN Blue. Bahkan sepertinya saat itu saya masih dibilang tertarik sekali dengan Korea karena mendaftarkan diri di program Youth Asian Camp yang diadakan di Seoul, Korea 2012. Namun sayang masih gagal untuk kesana. Awal 2013, saya mendapat pasokan drama korea dari teman-teman ketika mengalami masa-masa sulit. Di samping shalat dan mengaji, drama korea juga membantu menghibur saya selama beberapa bulan hingga akhirnya di bulan April 2013 saya berencana untuk mempelajari bahasa Korea dengan tujuan mendaftar beasiswa S2 dari pemerintah Korea. Namun sayang, tak punya uang, buku-buku di Gramedia itu cuma jadi tontonan saja, tidak ada yang bisa dibawa pulang dan mendaftar beasiswa S2 Korea pun tidak jadi karena waktu yang mepet sepulang dari Konferensi Alumni IELSP di Jogja. Lagi-lagi, belum jodoh dengan negara yang satu ini.

Pesona drama korea pun berangsur-angsur hilang ketika mulai kuliah S2 disini hingga di bulan desember 2013 saya terhipnotis lagi setelah melihat postingan salah satu teman tentang drama korea terbaru yang dibintangi Lee Min Ho dan Park Shin Ye. Untuk pertama kali dalam sejarah hidup saya mendownload full drama korea Heirs dari episode pertama hingga terakhir, dan bahaya nya waktu itu, kegilaan saya itu 1 bulan sebelum ujian semester 1.

Hingga pertengahan April lalu, saya seakan lupa dengan yang namanya drama korea dan sejenisnya hingga 1 bulan belakangan ketika lagi stress nya dengan tugas dan project kuliah, saya menonton kembali drama-drama korea yang saya punya, pun juga secara online. Alhasil, saya menemukan beberapa original soundtracks drama-drama tersebut yang terbilang bagus. Saya jadi ingat satu playlist di windows media player yang isinya lagu-lagu korea. Mulailah saya putar lagu-lagu tersebut hingga beberapa lagu Super Junior diputar. Lagunya bagus-bagus dan enak didengar, saya pun mulai menggoogling video lagu-lagu tersebut, termasuk video konser-konser mereka. Dan jujur,saya semakin tertarik dengan mereka ketika melihat bagaimana mereka bernyanyi dibarengi dengan dance. Mereka bernyanyi dan menari tidak ngasal, dan saya tahu betul kalo amat sangat tidak mudah mengatur pernapasan untuk bernyanyi ketika sedang menari. Saya merasa salut dengan mereka, apalagi dengan para fans mereka yang sangat loyal yang tersebar diseluruh dunia. Saya jadi tetiba ingat dulu pernah merasa sangat benci dengan boyband yang satu ini tanpa alasan yang jelas. Saya benar-benar tidak suka dengan mereka bahkan saya mengejek adik saya yang memasang poster Super Junior dikamar dan juga menertawakan anak tante saya yang super gila dengan boyband yang satu ini. Padahal saya sudah suka dengan lagu-lagu mereka sejak baru debut. Hanya saja, saya tidak sadar kalau penyanyinya adalah Super Junior. Sekarang saya mengalaminya sendiri, mungkin ini yang namanya karma. kalimat “jangan sekali-kali membenci sesuatu secara berkelebihan” memang benar adanya.

Ini video cuplikan lagu terbaru “Swing” yang dirilis bulan lalu (minus sang leader Leeteuk),

Sekarang tingkat kegilaan saya makin bertambah-tambah ketika saya mengetahui salah satu original soundtrack berjudul “Kim Tak Goo” dinyanyikan oleh salah seorang personel boyband ini. Pria itu personel termuda di Super Junior sebelum diorbitkannya Super Junior-M. Saya benar-benar suka dengan range suaranya yang cukup tinggi, dan tipe suaranya pun kesukaaan saya. Bahkan hanya dengan waktu kurang dari 1 minggu, saya bisa mengenal suaranya diantara suara teman-temannya di lagu-lagu Super Junior. Saya pun googling tentang dia dan lagu-lagu yang dia nyanyikan. Satu persatu lagu-lagu itu saya putar, dan tak salah lagi, semua lagu yang dia nyanyikan memang bagus. Ya, dia benar-benar memiliki suara bagus plus wajah yang nice looking. Pria humble, pintar dan baik hati, yang bernama Cho Kyuhyun. Dan saya harus mengakui, I’m falling in love with him. Really, I like his voice a lot.

Dan ini salah satu video dia (walaupun lagunya 3 tahun yang lalu sih, tetap aja suaranya sama, malah makin bagus),

Mungkin teman-teman kebanyakan bakal menertawakan saya dan saya tau betul kali ini kegilaan saya meningkat 100% dari sebelum-sebelumnya, apalagi setelah mengenal suara pria yang satu ini. Menyukai dan mencintai dia itu sama halnya dengan mencintai matahari, bintang dan bulan. Menyejukkan dan menenangkan ketika berada dikejauhan (#eaaa, hehe). Mumpung masih muda dan belum menikah, kenapa tidak untuk mengekspresikan suka sama boyband korea yang talentanya tidak diragukan. Toh semuanya hanya hiburan untuk menyenangkan hati. Sampai kapan crushing ini bertahan, saya juga tidak bisa memastikannya. Yang penting, saya menikmati lagu-lagu yang dia nyanyikan. 🙂

Well, saya juga berharap bisa bertemu dengan mereka suatu hari nanti, termasuk dengan pria ini. Bahkan berharap bukan cuma hanya bertemu tapi juga berteman. Dan saya yakin, tidak ada salahnya punya mimpi-mimpi yang aneh jika dilandaskan dengan usaha karena suatu saat nanti semuanya akan terkabul. Berharap suatu hari nanti ada jalan ke Korea sana, bisa berbahasa korea dan berteman dengan mereka. As what i always remember “Nothing is impossible“. 🙂

Ghent, Belgium

May 27th 2014

Bersekolah di Benua Biru, Mimpi yang Tidak Pernah Pudar

IMG_1583 IMG_1682 IMG_1827

Hari ini, saya tetiba ingat akan janji kepada diri saya sendiri bahkan juga kepada teman-teman untuk menulis bagaimana pengalaman saya mendapatkan kesempatan belajar di benua ini. 7 bulan sudah saya mencoba hidup disini, belajar banyak dan bahkan juga menambah teman-teman. Tapi kali ini saya tidak akan bercerita bagaimana kehidupan saya disini, saya akan bercerita bagaimana saya sebelum saya sampai disini.

Tidak mudah memang untuk meraih sesuatu yang menurut kebanyakan orang hal itu tidak mungkin. Butuh kerja keras, ketekunan dan keyakinan yang teramat sangat tinggi untuk mewujudkannya. Salah satunya mimpi untuk bersekolah dibenua biru, benua yang letaknya puluhan ribu kilometer dari tempat tinggal saya di salah satu desa di Sumatera Barat. Mimpi untuk bersekolah disini pun telah ada sejak duduk dibangku SMA, apalagi saat kuliah S1, banyak senior dan dosen saya yang juga bersekolah disini membuat saya ingin mengikuti jejak mereka. Novel Andrea Hirata pun sukses menghipnotis saya untuk terus percaya apa yang saya impikan akan tercapai.

Saya masih ingat dengan jelas 3 tahun lalu ketika baru balik dari benua putih, saat itu semangat saya untuk terus bermimpi tinggi terus mengalir, bahkan tidak sedikit yang menertawakan keinginan konyol saya itu. Memang benar, sekali keluar negeri dengan beasiswa dan untuk sekolah, pasti akan ketagihan untuk mengulanginya lagi. Itulah yang saya rasakan saat kembali ke tanah air. Saat itu saya telah duduk di semester 9, semester bonus bagi anak-anak S1 yang standar lama belajarnya cuma 8 semester. Tapi tak apalah, kesempatan langka yang menjadikan saya tidak bisa lulus tepat waktu, saya pun tetap bersyukur. Keinginan saya untuk melanjutkan pendidikan S2 pun semakin tinggi. Saat itu akhir tahun 2011, sembari mengerjakan Tugas Akhir, saya tetap browsing mencari kesempatan beasiswa S2. Target utama saya Beasiswa Erasmus Mundus (EM), beasiswa Uni Eropa yang sangat terkenal itu, dan juga beasiswa ke USA, Fulbright. Beasiswa Non Degree pun saya coba, saat itu yang saya coba Beasiswa CCIP, beasiswa untuk belajar 1 tahun di salah satu College University di USA. Di akhir tahun 2011 dan awal 2012  inilah saya mencoba ketiga jenis beasiswa ini, Beasiswa EM yang namanya MERIT (jurusan Information and Communication Technologies), Beasiswa Fulbright dengan Jurusan Telecommunication Engineering dan Beasiswa CCIP dengan jurusan Jurnalistik (jurusannya berbeda sekali dengan jurusan S1 saya karena beasiswa ini mensyaratkan untuk memilih jurusan yang berbeda). Saya pun gagal mendapatkan ketiga beasiswa ini, ya namanya juga belum jodoh. Sedih, itu pasti namun saya belajar untuk menerima semuanya, toh saya sebelumnya jarang gagal mendapatkan apa yang saya impikan, mungkin inilah waktunya untuk belajar merasakan kegagalan. Lagian  saat itu saya juga sedang mempersiapkan sidang Tugas Akhir dan wisuda.

Bulan Mei 2012, saya wisuda, akhirnya bisa mendapatkan gelar S1 setelah penantian panjang, rencana memburu beasiswa S2 pun semakin mantap. Bahkan saya menolak untuk bekerja di perusahaaan seperti teman-teman saya kebanyakan. Tawaran untuk sekolah S2 di dalam negeri pun saya tolak juga. Entah kenapa, saya ingin melanjutkan pendidikan di luar negeri, bukan berarti saya merendahkan kualitas dalam negeri, tapi mungkin saya pernah merasakan bagaimana kuliah di luar negeri itu dan menurut saya kondisinya lebih baik dari beberapa kampus didalam negeri. Terkesan sombong memang, tapi saya tidak mau mengerjakan sesuatu yang saya tidak suka, saya ingin menjadi dosen dan ingin bersekolah diluar negeri, keinginan yang cukup muluk dan tidak semua orang bisa mengerti keinginan saya itu. Banyak yang berpendapat saya itu menyia-nyiakan kesempatan, lulus dengan nilai yang baik tapi kerjaannya jadi pengangguran. Well, sebenarnya tidak 100% menganggur, saat itu saya sibuk memperbaiki bahasa inggris saya dan meningkatkan skor TOEFL saya, saya juga mengajar les bahasa inggris bagi anak-anak SD disalah satu lembaga pendidikan private. Betul-betul menyedihkan, itulah tanggapan yang saya dapatkan, tapi tetap saja, saya senang melakukan semua itu selama saya masih berada dijalur yang benar dan menuntun saya untuk bisa sekolah ke luar negeri.

Berbekal sisa beasiswa yang saya simpan selama beberapa bulan, saya pun mendaftar les TOEFL disalah satu lembaga TOEFL di kota Padang, syukurnya karena sebelumnya saya pernah les disana, jadi saya mendapat diskon 50% untuk biaya les, belum lagi biaya tes toefl yang harus saya keluarkan setiap bulan demi mencapai target minimal 580. Saya pun tidak ingin merepotkan kedua orang tua karena keputusan saya untuk tidak bekerja secara tetap. 3 bulan berturut-turut saya mengikuti tes toefl, belajar tiap hari seperti anak-anak SMA yang mau ujian UN. Tapi sayang, skor bulan pertama (Oktober 2012) lebih rendah dibanding skor saya bulan desember 2011. Saya tidak patah semangat, bulan november pun saya mengikuti tes itu lagi, skornya jauh lebih baik namun masih rendah dari 580. Andaikan beasiswa EM itu mensyaratkan skor 550, mungkin saya sudah masuk zona aman. Ketika itu pun berbagai macam beasiswa EM membuka pendaftaran baru untuk tahun ajaran 2013-2014. Keinginan saya semakin menggebu-gebu untuk mendapatkan beasiswa tersebut. Namun sayang, saat itu skor tertinggi TOEFL saya masih skor tahun 2011, karena skor bulan november baru diumumkan diawal desember. Bermodalkan niat nekad, saya pun mendaftar beasiswa EM jurusan Biomedical Engineering, jurusan yang sedang saya pelajari sekarang. Apakah saya mendapatkan beasiswa EM ini, well ceritanya masih panjang. Karena saya tahu beasiswa ini membolehkan pendaftaran 3 jurusan yang berbeda di Action 1, saya pun mencoba mendaftar 2 jurusan lain yang masih ada kaitannya dengan Jurusan Teknik Elektro,  jurusan itu Photonic Engineering dan jurusan EM yang gagal tahun lalu, MERIT. Untuk 2 jurusan ini  saya menggunakan skor TOEFL tertinggi yang didapatkan di bulan desember 2012.

Menanti, itulah kerjaan saya di awal 2013 sembari berusaha mencari pekerjaan lain karena saat itu kontrak saya mengajar les telah habis. Untunglah ada 2 dosen saya yang ingin belajar TOEFL dari saya, jujur perasaan saya cukup random, merasa tidak enak karena beliau berdua dosen saya, merasa senang karena beliau mempercayai saya untuk mengajar. Saya yakin sekali cara mengajar saya masih parah sekali, dan berharap semoga beliau berdua tidak marah kepada saya. Hmm, kembali ke kabar beasiswa S2 itu, saat itu saya juga mendaftar beasiswa EM Action 2 dan (lagi) beasiswa Fulbright. Terdengar rakus akan beasiswa, tapi sebenarnya itu baik. Menurut saya, semakin banyak mendaftar, semakin besar peluang untuk lulus.

Menunggu itu bisa dikatakan pekerjaan yang membosankan, tapi saya berusaha untuk tetap percaya dan berdoa agar bisa lulus disalah satu beasiswa ini. Kabar baik pun datang tanggal 19 Januari 2013. Satu email dr koordinator EM jurusan Biomedical Engineering menyampaikan saya diundang untuk wawancara. Perasaan senang yang bercampur aduk, “kenapa saya bisa lulus ya? kan skor TOEFL saya jauh rendah dibawah standar, pun juga apakah ini tidak salah kirim email dan sejenisnya”. Walaupun masih merasa aneh, saya sangat senang, satu langkah terlewati. Wawancara pun dilakukan dan saatnya saya menunggu lagi, sembari berdoa agar diberikan yang terbaik. Bulan Februari dan Maret 2013 mungkin merupakan waktu terburuk saya, waktu dimana semua harapan saya seolah-olah sirna. Satu persatu pengumuman beasiswa masuk ke inbox email, menyatakan bahwa saya tidak lulus. Beasiswa yang sangat saya harapkan, EM jurusan Biomedical Engineering, saya gagal mendapatkan beasiswanya namun saya masih berkesempatan untuk kuliah dengan biaya sendiri, dan hal ini pun terjadi untuk 2 jurusan EM action 1 lainnya serta 1 jurusan di EM action 2. Ya Allah, saya benar-benar galau tingkat akut, sedih tak tertahankan, bahkan orang tua saya pun mulai khawatir dengan keadaan saya. Bagaimana tidak, 4 minggu berturut-turut pengumuman itu disampaikan, belum habis sedih saya akan kegagalan pertama, berita kegagalan kedua, ketiga dan keempat pun datang. Rasanya saya sudah tidak bisa menghitung berapa banyak kegagalan yang telah saya dapatkan. Saya menangis hampir tiap malam dan murung disiang hari, bahkan makan pun tidak teratur, semuanya berasa seakan-akan saya tidak di ridhoi untuk melanjutkan sekolah. Saya benar-benar berada di roda yang paling bawah dan saat itu rodanya berjalan sangat lambat, tidak sedikit yang mencemooh serta mengaitkan kebodohan saya untuk tidak memilih bekerja. Mungkin, jika saya tidak beragama, saya sudah gila bahkan sudah bunuh diri. Alhamdulillah, saya masih rajin shalat dan memohon kepada Sang Pencipta akan jalan terbaik. Perlahan tapi pasti, suasana hati saya berubah, saya mulai mengkaji kekurangan saya selama pendaftaran beasiswa S2, dan saat itu pun pengumuman lulus administrasi penerimaan Pertamina diberitahukan. Di awal februari, saya cuma iseng mendaftar, dan ternyata lulus tahap 1, dan seleksi tahap 2 nya psikotes di Jakarta. Alih-alih menghilangkan stress, saya pun berani berangkat ke Jakarta untuk mengikuti tes tersebut, tapi aneh bukan kepalang, saya bukannya berdoa agar lulus, malah saya berdoa agar tidak lulus. Aneh memang, tapi saat itu saya merasa Pertamina itu bukan tempat saya mengabdi, saya merasa tidak nyaman. Rasa sedih saya saat itu masih cukup tinggi, walaupun saya telah berusaha bersikap rasional akan keadaan. Saya benar-benar membutuhkan dorongan semangat dari teman-teman, tapi sayang yang benar-benar teman lah yang bisa mengerti keadaan saya. Syukurlah selama saya di Jakarta, saya bertemu teman-teman lama, termasuk bertemu para staf IIEF yang dulu membantu saya serta teman-teman IELSP dari keberangkatan hingga kepulangan dari USA. Bahkan saat itu saya diajak beberapa teman IELSP untuk mengikuti konferensi alumni di Jogjakarta. Saya pun menyetujuinya, walaupun saat itu sisa tabungan saya menipis, dan untuk pertama kalinya saya sendirian traveling ke Jogja dengan kereta. Ternyata keputusan saya untuk kesana itu benar-benar ampuh, saya berada diantara orang-orang yang selalu bersemangat tinggi untuk menggapai mimpi-mimpinya, orang-orang yang selalu encourage teman-temannya, saya berasa “hidup” lagi. Dan saat itu pun saya kembali ingat satu jenis beasiswa yang disampaikan oleh junior saya, Beasiswa LPDP.

Bagi saya saat itu, beasiswa LPDP sangat terdengar asing, karena sebelumnya saya tidak pernah mendengar beasiswa ini. Secercah harapan pun muncul karena saat itu pihak EM jurusan Biomedical Engineering mau memberikan LoA dan partial waiver bagi saya. Pun juga saat itu Beasiswa Dikti Luar Negeri sedang dibuka. Sementara itu, 2 beasiswa EM action 1 yg gagal juga menjanjikan akan memberikan LoA kepada saya. “Siapa cepat, dia yang dapat”, itulah prinsip yang saya gunakan saat itu karena saya suka dengan ketiga jurusan itu, namun jurusan Biomedical Engineering ini seperti harapan baru bagi saya dan negara saya, mengingat jurusan ini masih langka di Indonesia. Pun juga, Jurusan ini lebih cepat respon dengan keadaan saya saat itu yang tetap ingin mengikuti program namun tanpa beasiswa EM. Sang koordinator program pun amat sangat ramah dan mau menolong saya, beliau berusaha agar saya mendapatkan partial waiver yang cukup besar dan beliau juga mengeluarkan LoA saya jauh lebih awal dibanding tanggal resmi dikeluarkan LoA oleh pihak EM. Semuanya karena saya menjelaskan bagaimana keadaan saya, termasuk pendafataran beasiswa LPDP dan Dikti yang deadlinenya sudah sangat mepet. Saya pun mendaftar beasiswa LPDP secepatnya, mulai dr penulisan beberapa essay hingga pengisian biodata secara online. Penulisan essay pun benar-benar mepet sehingga saya menuliskan 2 diantaranya menggunakan bahasa Indonesia, sedangkan satunya lagi dengan bahasa inggris karena kebetulan essay yang satu ini hampir sama dengan essay untuk mendaftar beasiswa EM dan Fulbright. Saya pun tidak menulis muluk-muluk rencana mengubah Indonesia dan sejenisnya, karena saya tahu pasti semua orang akan menuliskan hal yang sama. Yang saya tuliskan bagaimana dan apa saja rencana saya setelah lulus S2, serta saya menuliskan secara jujur apa adanya. Bahkan kesalahan fatal yang saya lalukan dulu pun saya tulis, sama halnya ketika saya menulis essay pendaftaran beasiswa IELSP dulu. Singkat cerita, tanggal 19 Mei 2013 pengumuman seleksi berkas pun keluar. Alhamdulillah, saya begitu senang karena (lagi) diberi kesempatan untuk mendapatkan mimpi itu. Serasa mimpi itu semakin dekat dengan kenyataan, namun saya cepat-cepat beristigfar, takut akan gagal lagi. Sementara itu saya menggoggle salah satu nama penerima beasiswa EM ini yg juga anak Indonesia dan mencoba menghubunginya. Alhamdulillah lagi, teman yang satu ini jadi pengingat saya akan kekurangan saya selama mendaftar beasiswa yang menyebabkan kegagalan. Saya pun merasa senang karena mendapat pembimbing baru. Mulai dari persiapan untuk wawancara serta niat dan doa yang harus ditingkatkan. Lagi, bermodalkan nekad, saya ke jakarta untuk mengikuti tes wawancara LPDP, saya menulis apa saja prediksi pertanyaan yang bakal muncul dan bagaimana cara menjawab dengan baik. Saya juga tidak lupa tips yang disampaikan teman saya itu, “rajin sedekah, rajin shalat dhuha, tahajud dan hajat serta rajin puasa sunah”. Tips yang benar-benar jarang saya lalukan sebelumnya, ya mungkin itu salah satu penyebab saya gagal berkali-kali.

Tanggal 10 Juni 2013 saya berangkat ke Gedung Departemen Keuangan, tempat dimana wawancara dilaksanakan. Syukurlah saya bertemu teman-teman baru yang saling mengencourage satu sama lainnya, beda sekali dengan pengalaman saya wawancara IELSP dulu. Saya berharap bisa diwawancara pagi hari, namun giliran yang saya dapat sore hari, dan saya salah satu peserta terakhir yang wawancara hari itu. Perasaan gugup yang cukup tinggi ketika memasuki ruangan wawancara, ketika itu saya mendapat giliran wawancara di panelis 7, beberapa orang reviewer telah duduk dan siap menyambut saya. Bismillah, kata saya dalam hati sembari berdoa demi kelancaran beasiswa. Saya cukup kaget karena reviewer memulai wawancara dengan bahasa Indonesia, sedangkan saya telah mempersiapkan semua jawaban dengan bahasa inggris. Karena reviewer yg memulai berbahasa Indonesia, saya pun menjawabnya dengan bahasa Indonesia, dan anehnya lagi cuma 15 menit, sedangkan informasi yang saya dapatkan wawancaranya selama 30-45 menit. Muncullah berbagai spekulasi, salah satunya saya tidak akan lulus. Tapi untung pikiran ini cepat-cepat saya buang karena selama wawancara saya bisa menjawab setiap pertanyaan dengan baik dan benar dan saya pun tidak tergesa-gesa seperti saat wawancara beasiswa EM dulu.

Pengumuman beasiswa itu tanggal 17 Juni 2013, menjelang pengumuman itu, saya melakukan tips-tips yang disampaikan teman saya itu sambil mengurus SKCK. Entah kenapa, ada keinginan kuat untuk mengurus SKCK walaupun saat itu sangat tidak jelas status saya, lulus atau tidaknya beasiswa ini. Ketika tanggal itu datang, saya tidak ingin membuka website tersebut untuk melihat kondisi aplikasi saya, takut kecewa lagi walaupun sebenarnya saya menaruh kepercayaan yang cukup tinggi akan kelulusan beasiswa yang satu ini. Sore, sekitar pukul 5, diatas angkot (saat itu masih di Jakarta), senior saya menelepon, mengabari bahwa saya lulus beasiswa LPDP. Mata saya berasa panas dan tanpa sadar saya menangis dan itu diatas angkot, saya masih ingat ekspresi orang-orang diatas angkot yang keheranan melihat saya. Seakan tidak percaya, saya berulang-ulang bertanya kepada senior saya itu akan kebenaran beritanya, terbesit didalam hati rasa lega dan syukur yg luar biasa akan diberikan kesempatan untuk belajar di negeri impian saya. Malam itu  saya pun mengecek website LPDP, dan ternyata benar, ada nama saya tertera di daftar calon penerima beasiswa. Namun, belum keputusan akhir, saya harus mengikuti Program Kepemimpinan selama 11 hari, barulah status calon tersebut dicabut. Dalam hati, saya tetap bersyukur, setidaknya 75% kesempatan lulus sudah ditangan walaupun kejadian yang tidak diinginkanpun bisa saja terjadi. Sementara itu, pengumuman seleksi berkas beasiswa DIKTI juga keluar, senang karena nama saya tertera di daftar lulus seleksi, heran karena saya mendapat daerah wawancara di Makassar, sedangkan saya mendaftar dari Padang. Saya pun datang ke gedung DIKTI untuk memohon pemindahan tempat wawancara. Syukurlah di setujui dan saya mengikuti wawancara beasiswa DIKTI 2 hari sebelum mengikuti Program Kepemimpinan. Lagi, bukannya bersikap rakus, saya hanya tidak ingin menyesal membiarkan kesempatan yang telah diberikan kepada saya setelah berbagai kegagalan yang saya alami. Saya hanya ingin melakukan yang terbaik tanpa ada penyesalan.

Program Kepemimpinan pun berakhir, dan hari terakhir itu pengumuman kelulusan calon penerima beasiswa. Alhamdulillah, saya beserta teman-teman lain lulus Program Kepemimpinan dan itu artinya kata “calon penerima” berubah menjadi “penerima”. Syukur yang begitu amat dalam atas segala kesempatan yang diberikan, saya pun bergegas menyiapkan persyaratan pengajuan visa dan keberangkatan ke Eropa.

Saya selalu ingat, bagaimanapun kita berusaha, jika tidak diikuti dengan doa, percuma saja. Karena apapun yang terjadi ada campur tangan Yang Maha Kuasa. Pun juga, dari pengalaman ini saya belajar untuk tidak cepat putus asa, mungkin jika saya berhenti saat itu, di waktu kegagalan-kegalan yang datang silih berganti, tentunya saya tidak akan pernah sampai disini. Memang butuh mental yang kuat agar apa yang diinginkan bisa dicapai, sesulit apapun itu. Kata orang tua saya, di dunia ini yang tidak mungkin itu menghidupi orang yang telah meninggal, jadi selama apa yang diimpikan masih bisa dirasionalisasikan, insya Allah bisa didapat. Pesan teman-teman saya “Dream it, Fight it, Win it”. Nothing is impossible if you believe, try and try then pray for that.

Bersyukur kepada Allah adalah hal yang mutlak bagi saya, saya juga bersyukur karena memiliki orang tua yang mengerti anaknya, walau sebenarnya beliau berdua tidak seberuntung saya dibidang pendidikan. Orang tua yang selalu mendukung tindakan anaknya yang menurut mereka itu berguna bagi masa depan anaknya. Saya juga ingin berterima kasih kepada teman-teman yang selalu mendukung saya baik ketika senang maupun susah, teman-teman yang selalu sabar mendengar celoteh kegagalan saya serta memberi nasehat dan saran. Serta teman-teman yang selalu mengejek saya, karena dari situ saya belajar untuk lebih kuat dan lebih termotivasi.

Semoga tulisan ini bisa menginspirasi teman-teman pembaca. Ingat, jangan ragu untuk meraih mimpi dan cita-cita.

Ternyata Memang Berjodoh dengan Beasiswa Ini

Hari ini, aku mencoba melanjutkan tulisan yang telah lama terbengkalai, tulisan akan seonggok kisah yang sebenarnya pengen ditulis sejak tahun lalu (ketahuan banget kalo pemalas 🙂 ). Walaupun aku bukan penulis yang dapat memukau para pembacanya, aku berharap tulisan ini dapat bermanfaat dan memotivasi para pembaca yang memiliki tujuan yang sama :)Pengalaman yang benar-benar tak terlupakan demi menggapai salah satu mimpi, perjalanan demi mendapatkan beasiswa ke luar negeri.

Kedengarannya sedikit tolol atau hanya mengada-ada ketika seorang anak petani yang biasa-biasa saja tiba-tiba memiliki mimpi untuk mengenyam pendidikan di luar negeri. Banyak yang berkata, “darimana dapat duitnya? untuk bersekolah disini saja itu sudah susah, untung-untung dapat beasiswa selama sekolah disini. Mana mungkin bisa mendapatkan beasiswa luar negeri, kan orang tuamu hanya petani.” Itulah yang sering aku dengarkan dari kebanyakan orang yang menurut aku mencoba mematahkan semangat untuk tetap maju. Merasa sedih ketika mendengarkan celotehan-celotehan itu, Ya, namun aku tidak pernah berhenti untuk terus berusaha menggapainya, saat itu bahkan hingga detik ini aku tetap yakin bahwa suatu hari nanti semua mimpi-mimpi itu akan tercapai seiring dengan usaha dan doa. 🙂

Sejak dulu, cemoohan dan ejekan tentang hobi aku selalu ada. Menurut sebagian orang aku itu sok-sok an, gimana tidak, daftar list lagu aku hampir semuanya lagu-lagu barat, mulai dari lagu yang paling melow hingga lagu yang bergenre rock. Lagu indonesia yang ada pun cuma lagu-lagu penyemangat dan lagu-lagu lama yang jarang sekali diputar di Windows Media Player komputer. Lain halnya dengan kebanyakan anak muda sekarang yang begitu banyak mendengarkan lagu-lagu boyband indonesia dan band-band yang sedang tenar di negara tercinta ini. Banyak yang mengatakan aku itu sok kebarat-baratan bahkan ada yang mengatakan aku itu tidak suka negeri sendiri. Orang tuaku pun mengatakan hal yang sama. Mereka sering melarangku bernyanyi lagu barat dirumah atau memutar lagu-lagu barat atau bahkan menonton tayangan dari negeri barat. Mereka beranggapan tidak ada gunanya aku menyanyikan lagu yang sebagian besar orang tidak mengerti artinya apa, hanya “memekakkan telinga saja” dan mengganggu tetangga. Mereka juga takut aku akan terkontaminasi dengan budaya-budaya tidak baik jika menonton tayangan tersebut. Namun, aku menjadikan semua itu sebagai tantangan yang patut dijalani. Demi mengerti dan menguasai bahasa asing yang satu ini, aku tetap pada pendirian untuk terus belajar bahasa itu walaupun hingga saat ini masih belum bisa mahir menggunakan bahasa itu. Karena aku yakin suatu saat bahasa itu akan sangat membantuku menggapai semua mimpi-mimpiku.

Berawal dari hobi ngenet (alias buka facebook) yang amat sangat keseringan hingga banyak yang khawatir aku bakal kenapa2, aku menemukan satu info beasiswa bagi mahasiswa S1, beasiswa untuk mengenyam pendidikan bahasa inggris di negeri Paman Sam yang dibiayai oleh Pemerintah Amerika Serikat itu sendiri, mereka menamakannya U.S. Department of State. Saat itu, aku masih duduk di bangku semester 3 perkuliahan, masa yang cukup muda dan belum bisa ikut program tersebut, maklum salah satu syaratnya mahasiswa yg mengapply harus minimal duduk di semester 5. Saat itu juga, hasrat, keinginan, serta mimpi terangkai sedikit demi sedikit untuk menjadi salah satu grantee beasiswa yang sangat diincar oleh kebanyakan mahasiswa Indonesia. Pikirku, tidak apalah, tahun depan toh bisa ikut. Yang penting fokus kuliah aja dulu sembari memperbaiki bahasa inggris ku yg notabene nya saat itu TOEFL. Satu tahun itu berlalu terlalu cepat hingga aku pun tidak siap dan sangat jarang sekali membuka situs beasiswa itu. Kebetulan malam itu, aku ngenet lagi di warnet dan tidak sengaja membuka situsnya, kalo tidak salah, malam itu tepat hari ulang tahunku, 12 november malam. Betapa terkejutnya ketika beasiswa yang udah aku impikan setahun terakhir akhirnya berlalu begitu saja ketika aku secara akademik (jadi mahasiswa semester 5) telah siap. Deadlinenya tepat hari itu (kalo tidak salah). Benar-benar belum rejeki. Menyesal karena tidak pernah membuka situs itu hampir setahun. Namun, ya sudahlah…tak perlu disesali walaupun sebenarnya saat itu mimpi utk berangkat ke negeri Paman Sam berangsur-angsur pudar seiring makin padatnya kuliah. Awal tahun 2010,  aku berkesempatan untuk ikut kursus TOEFL disalah satu lembaga TOEFL dikota ini. Namanya aja juga sibuk kuliah, kursus pun jadi tidak maksimal. Alhasil, skor ketika pertama kali masuk dan terakhir kalinya hanya naik 7 poin. 483 ke 490. Itupun juga hanya prediction scores. Benar-benar memalukan. Tapi dalam benak aku pun bersyukur, “lumayan, daftar beasiswa itu pun udah bisa”,pikirku. Beberapa bulan berselang, aku pun ikut KKN selama hampir 2 bulan dan dilanjutkan dengan kerja praktek disalah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia. Untuk pertama kalinya keluar Sumatera Barat dan juga pertama kali naik pesawat terbang, maklum dulu kepindahanku dari Maluku ke Provinsi ini hanya menggunakan kapal besar yang lamanya 7 hari. Singkat cerita, saat itu aku nompang online di laptopnya kakak angkat aku dan lagi, aku tidak sengaja membuka situs beasiswa itu. Betapa gembiranya ketika melihat deadline beasiswa itu dibulan oktober, saat itu akhir September. Hasrat untuk mendaftar beasiswa itu pun semakin tinggi. Namun sayang keinginan tadi terpaksa kandas ketika melihat persyaratannya. Beberapa persyaratan penting tak bisa kupenuhi. Saat itu aku bukan dikota Padang, semua sertifikat ada dikota itu alias di kosan. Parahnya lagi aku belum pernah mengikuti tes TOEFL ITP. Berdasarkan keinginan sih bisa-bisa saja, nothing impossible if we wanna try hard, tapi itung-itungan logika sepertinya lebih realistis dengan keadaan saat itu. Akhirnya, dengan berat hati untuk ketiga kalinya aku membiarkan kesempatan itu pergi. Benar memang, kesempatan itu tidak datang dua kali, namun saat itu aku tetap yakin, apapun itu, kalo jodoh ga bakalan kemana. Keinginan untuk menyelesaikan study secepat-cepatnya pun jadi target aku sepulang kerja praktek. 2,5 bulan pun berlalu dan saatnya kembali ke Padang, dalam hati aku berfikir, kapan lagi ya bisa naik pesawat lagi, aah..semoga tahun depan bisa naik pesawat lagi.

Sore itu aku membuka facebook dari handphone dan ternyata ada pesan dari salah seorang senior yang mengatakan bahwa beasiswa incaran aku itu buka lagi. Heran, bingung dan senang bercampur aduk. Bagaimana mungkin pendaftaran beasiswa yang baru saja ditutup 2 bulan yang lalu sekarang dibuka lagi. Aah..pasti cuma becanda. Jadi penasaran, akhirnya aku coba buka situs beasiswa tersebut. Dan ternyata benar…beasiswa itu buka lagi…Alhamdulillah, ternyata masih diberi kesempatan oleh Allah. Aku pun tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, pikirku mungkin aku bisa berjodoh dengan beasiswa ini. Saat itu pertengahan desember 2010, aku pun bergegas mengurus dokumen-dokumen yang diperlukan. Hal pertama yg menurut aku urgent banget itu adalah score TOEFL ITP. Dipikir-pikir, tes TOEFL ITP itu biayanya cukup mahal untuk seorang mahasiswa yang uang jajannya pas-pasan, namun aku tetap kekeuh untuk mendatangi kantor Pusat Bahasa Universitas Andalas yang saat itu masih digedung Pustaka Pusat lantai 4. “Well, yang penting kesana dulu, cari info kapan tesnya dan bayarnya insya allah pasti ada jalan,” itulah hal yang ada dibenakku. Aku pun bergegas kesana bersama seorang teman yg kebetulan tertarik juga dengan beasiswa itu, tanpa membawa uang untuk tes tsb. Sesampainya disana, aku langsung bertemu seorang Ibu yang menerima pendaftaran tes TOEFL, aku pun menceritakan maksud aku untuk mengikuti tes itu, dan juga menyampaikan bahwa saat itu aku tidak memiliki uang untuk membayarnya. Ternyata beliau memahami keadaan aku saat itu dan mengizinkan aku untuk mengikuti tes tsb tanpa harus membayar dulu, dengan syarat harus dibayar ketika pengambilan sertifikat TOEFL. Alhamdulillah…

Hari test TOEFL pun tiba, tanpa persiapan sedikit pun (aku hanya membaca grammar sesaat sebelum test), namun berharap bisa mendapat skor yang lebih dari 450. Bismillah, bermodal doa dan pengetahuan yang sangat minim akan TOEFL, aku pun mengikuti tes tsb. Seminggu kemudian, dengan perasaan yang sangat tak karuan aku pun datang ke pusat bahasa dan menanyakan langsung skornya, Subhanallah..alhamdulillah, 483, lebih dari 450, standar yang ditetapkan oleh syarat beasiswa tersebut. Ingin rasanya mengambil sertifikat toefl tersebut, namun sayang, aku ingat syarat sebelum ujian dulu, jika ingin mengambil sertifikatnya, maka harus bayar testnya dulu. Tidak kehabisan akal, aku pun meminjam duit teman untuk membayarnya dan berjanji akan melunasi seminggu setelah peminjaman. Alhamdulillah, sertifikat dapat dan duitnya pun bisa dibayar tepat waktu.

Kini saatnya untuk mengisi application form. Ternyata malas masih menyelimuti diriku untuk menyelesaikannya. Ditambah lagi jadwal kuliah yang cukup padat akibat terlantarnya kuliah selama hampir 3 bulan. Aku harus mengejar semua ketinggalan selama melaksanakan KP di Jakarta. Ketika dilihat2 application form, banyak yang diminta ternyata dan semuanya harus ditulis dalam bahasa inggris. Terakhir mengarang dalam bahasa Inggris itu ketika ujian akhir di SMA alias 4 tahun yang lalu. Satu persatu pertanyaaan yang diberikan aku pahami baik2 dan mencoba merangkai kalimat2 jawabannya di ingatan, bukan dikertas. Namun yang namanya malas itu tetap aja mengganggu. Hampir seminggu formulir itu tidur bersama buku2 lainnya sedangkan waktu pendaftaran tinggal 10 hari. Aku pun akhirnya mencoba untuk mengisi essay yang ada pada formulir tersebut. Jujur, itulah kunci utamaku mengisi formulir tersebut. Semua pertanyaan aku jawab dengan keadaan sebenarnya tanpa mengada-ada. Aku juga menceritakan tentang kelebihan dan kekurangannku di pertanyaan pertama, tidak lupa juga aku menambahkan kiat2 untuk mengatasi kekuranganku. Mengisi jawaban pertanyaan2 dengan essay yang dibuat sendiri yang mungkin tata bahasa masih sangat sederhana dan banyak terjadi grammar erroryang menurutku merupakan hal yang mungkin akan mengurangi penilaian juri terhadap application form. Namun, apa boleh buat, aku pun bingung kepada siapa formulir itu bisa dikoreksi dan memutuskan untuk memeriksa sendiri deretan2 kalimat tsb. Beberapa kalimat sederhana dan kebanyakan “aku”nya, aku coba untuk menggabungkan dan menjadikan kalimat pasif agar kalimat2 tersebut tidak terlihat seperti kalimat yang “menyombongkan” diri sendiri. Ketika formulir dan supporting dokumennya terpenuhi, aku pun fokus kepada Reference Letter. Rencananya reference letters itu bakal diminta dari Bapak Kepala Jurusan dan Bapak Dekan, namun karena Bapak Dekan sangat sibuk akhirnya aku cuma minta rekomendasi kepada Bapak Kepala Jurusan. Saat itu udah tanggal 7 Januari 2011 dan deadlinenya tanggal 10 Januari. Formulir yang telah diisi dan supporting dokumennya diperiksa lagi beserta surat rekomendasi. Aku pun bergegas ke kantor pos dan mengirim aplikasi tersebut jenis “POS KILAT KHUSUS”, berharap dokumen tersebut sampai di Jakarta tanggal 8 Januari 2011. Saatnya menunggu dan berdoa atas semua yang telah dilakukan, berharap menjadi salah satu kandidat yang bakal mengikuti tes wawancara.

Keesokan harinya, aku mencoba men-search keadaan kiriman aplikasi itu dengan menggunakan barcode yang tertera di kuitansi pembayaran. Alhamdulillah, aplikasinya sampai dengan tepat waktu. Saat itu, semuanya aku serahkan kepada Yang Maha Mengetahui, yang jelas aku telah berusaha semampuku. Satu lagi yang kuingat, saat itu orang tuaku tidak mengetahui kalo aku mendaftar beasiswa itu. Aku hanya tidak sengaja bercanda dengan ayah dan ibu bahwa aku ingin naik pesawat lagi di tahun 2011. Maklum, tahun 2010 ke Jakarta di bulan September dan kembali ke padang di bulan desember aku naik pesawat, ya untuk pertama dan kedua kalinya. Ternyata menurut seorang anak petani, naik pesawat itu adalah sesuatu yang “WAH” dan patut untuk mengulanginya. Saat becanda itu, ayahku marah karena menurut beliau untuk apa naik pesawat, mau kemana, dan bakal dapat duit dari mana. Namun aku menjawab dengan santai, ya kemana takdir membawa Pa, semoga dikasi tiket gratis, jawaban yang menurutku “asal” untuk menjawab pertanyaan orang tua. Beliau pun hanya tersenyum dan mengatakan “terserah, yang penting tidak merepotkan orang tua.”

Hampir sebulan aku menunggu berita tentang aplikasi itu, berharap bisa mendapat secercah harapan akan beasiswa itu. Satu minggu, dua minggu masih belum ada berita. Kabarnya, pengumuman lulus tahap seleksi I akan diberitahu 3 minggu setelah deadline. Berdoa, itulah satu2 nya hal yang bisa dilakukan. Aku masih ingat, saat itu, siang sekitar pukul 11.00 WIB, ketika aku masak dikosan untuk acara “homestay” angkatan, handphone ku berdering. Saat dilihat, ternyata bukan nomor hp atau nomor sumatera barat, aku  pun mengangkat telepon itu dengan segera. Suara di telpon itu, terdengar suara seorang Ibu yang menurutku masih muda, aku pun menjawab telpon itu dengan baik dan hati2. Awalnya aku ditanya namaku dan tentang pendaftaran beasiswa itu, setelah aku menjawab “iya”, Ibu itu pun mengatakan bahwa aku lulus seleksi tahap I dan harus mengikuti wawancara di UPT BAHASA UNAND tanggal 2 dan 3 Februari 2011. Alhamdulillah, aku pun berterima kasih kepada Ibu itu. Berita yang benar-benar tidak disangka2, berita yang diharapkan, Alhamdulillah walaupun masih lulus tahap 1, aku harus tetap berusaha dan berdoa. Perjuangan belum usai. Beberapa hari setelah  pengumuman itu, aku memberitahu Mama, ya hanya Mama. Beliau pun mendoakan semua usahaku dan selalu memberiku nasehat serta support.

Hari wawancara pun datang. Aku pun berberes, mengenakan pakaian yang resmi (saat itu aku mengenakan celana bahan hitam dan baju batik) serta membawa salinan aplikasi. Untung sehari sebelumnya aku ke UPT  BAHASA menanyakan tempat wawancara, dan petugasnya pun mengatakan wawancara akan dilakukan digedung UPT yang baru. Alhamdulillah aku tidak datang terlambat pagi di hari wawancara itu. Ternyata, wawancaranya pun tidak berurutan, alias sistem acak. Disana, aku bertemu dengan teman2 baru yang juga lulus untuk ikut wawancara. Ada yang dari fakultas kedokteran, ekonomi, hukum, dan beberapa fakultas lain di Universitas Andalas, yang dari teknik, cuma aku. Selain itu juga ada dari berbagai kampus di Sumatra Barat, Universitas Negeri Padang, Universitas Putra Indonesia, Universitas Bung Hatta, IAIN Imam Bonjol, dan beberapa kampus lainnya. Mereka semua benar2 “outstanding” people. Ternyata, ujian itu ga cuma wawancara aja. Sembari menunggu giliran, aku pun menyapa teman2 yang juga akan wawancara. Saat itu, ada seorang cewe yg umurnya lebih tua dibanding aku, kakak itu adalah kakak seorang teman yg wawancara. Kakak itu bertanya asal kampusku dan aku pun menjawab kalo aku dr kampus sini. Masya Allah, ternyata banyak cara orang untuk menjatuhkan mental orang lain. Itulah yang kurasakan ketika berbicara dengan dia. Dia berbicara panjang lebar menjelaskan adiknya yang pintar sekali berbahasa inggris, TOEFL nya 550, dan sering mengikuti kegiatan internasional. Aku pun hanya tersenyum sambil terkagum2 dan mengatakan “wah, adik kakak hebat ya” sembari didalam hati terbesit rasa takut dan tidak percaya diri. Beberapa saat kemudian, adiknya datang karena telah selesai wawancara dan mereka pamit. Ya yang namanya nova, memang suka mencari teman baru. Aku pun ngobrol dengan teman2 lain. Disana juga ada beberapa anak AIESEC yang juga lulus, ternyata mereka juga pernah keluar negeri, punya banyak pengalaman internasional dan tentunya bahasa inggrisnya bagus. Ya Allah, mereka semua pintar2, sedangkan aku, aku hanya mahasiswa biasa yang ga punya prestasi, bahasa inggrisku hanya seadanya, dan kegiatan internasional pun aku tidak pernah ikut. Mereka juga sibuk membaca kembali aplikasi yang telah mereka buat, sedangkan aku, aku hanya duduk senyam senyum memperhatikan mereka sambil berfikir dan berusaha untuk tetap tenang dan mengembalikan semua rasa percaya diri yang telah kubangun sejak dari  kosan. Benar2 waktu yang berat menjelang dipanggil wawancara. Satu persatu mereka pulang karena telah selesai wawancara. Siang pun datang dan aku sama sekali belum dipanggil. Kalo tidak salah, saat itu tinggal 3 kandidat lagi yang belum wawancara. Beberapa saat kemudian, namaku pun dipanggil. Dengan hati2, aku memasuki ruangan itu. Disana, ada dua meja yang letaknya bertolak belakang dengan jarak sekitar 5 meter. Disana ada 2 pewawancara, keduanya Ibu2. Jadi, saat yang bersamaan ada 2 kandidat yang wawancara. Aku pun dipersilahkan duduk. Aneh, tidak biasanya aku merasa tenang ketika mengikuti suatu wawancara. Dalam hati aku berharap, semoga ini awal yang baik. Satu persatu Ibu itu bertanya kepadaku sambil memperhatikan kertas aplikasi yang kukirim dulu yang telah ada sama beliau, aku pun menjawab dengan bahasa inggris sesuai dengan apa yang telah kujawab dulu di application form tersebut. Sesekali, ketika aku tidak tahu bahasa inggris suatu kata, aku jelaskan dengan kalimat sederhana namun masih tetap dalam bahasa inggris juga. Sekitar 10 menitan, wawancara itu selesai. Aku pun berterima kasih kepada Ibu itu dan menyalaminya sambil mohon izin keluar. Lagi, hobi berkenalan dengan anak baru tidak mau hilang dari kebiasaanku. Di luar ruangan itu, aku berkenalan dengan seorang anak cowo yang ternyata dia anak UNP jurusan bahasa Inggris dan ternyata juga merupakan teman2ku yang dulu ikut pertukaran ke Malaysia saat masa SMA, dia pun ikut pertukaran itu. Lagi, aku ketemu dengan orang2 “outstanding”. Senang rasanya bisa berkenalan dengan orang2 hebat dan berharap bisa menjadi seperti mereka. There’s nothing to say except praying ang hoping the best.

Yang namanya galau itu ternyata tidak pernah hilang dari ingatan dan juga kebiasaan. Sambil berdoa mohon yang terbaik aku juga update status facebook yang membuat beberapa teman2 ku bertanya2, maklum aku tidak memberitahu mereka kalo aku lulus tahap I dan ikut wawancara. Berharap bisa menjadi surprise buat mereka. Hampir sebulan menunggu kabar beasiswa itu. Kabar yang aku dapat, pengumuman beasiswa itu sekita 3-4 minggu setelah wawancara, dan tiap daerah berbeda2 jadwal pengumumannya. Aku masih ingat tanggal dimana aku benar benar galau ketika membaca beberapa posting di grup IELSP di facebook. Untung grup itu opened group, jadi aku tidak perlu masuk menjadi anggotanya. Di page itu aku melihat beberapa postingan dari teman2 se Indonesia yang telah dinyatakan lulus wawancara dan akan berangkat ke USA. Akupun berfikir, Ya Allah aku bakal lulus juga atau tidak? Apakah aku masih diberi kesempatan? Apakah aku bisa menggapai salah satu impianku? Pikiran yang benar-benar kacau di Senin, 28 Februari 2011. Tidak cuma siang hari, malam hari hingga keesokannya juga. Aaah, kalo tau akan seperti ini mending aku ga usah buka page grup itu, desahku. Tingkat stress yang teramat sangat itu membuatku tidak bisa tidur semalaman. Semuanya menari dikepalaku, andai aku lulus, andai aku tidak lulus, apa yang bakal aku lakukan? Bagaimana kelanjutan kuliahku? Tugas Akhirku? Akankah aku bisa lulus sesuai targetku? Akankah aku menjadi lulusan pertama di angkatanku? Akankah aku memiliki nilai yang terbaik? Akankah aku bisa lulus beasiswa S2 ke Jerman secepat2nya? Begitu banyak pertanyaan yang menggangguku hingga azan subuh datang. Aku pun bangkit dari tempat tidur dan mengambil wudhu, shalat subuh, berdoa dan setelah itu mengaji. Alhamdulillah, pikiranku lumayan tenang dipagi itu. Aah, tau seperti  ini mending dari tengah malam tadi aku shalat tahajud dan ngaji. Namun, ya sudahlah, sekarang udah pagi.  Aku pun menelopon mama, mengabari beliau bagaimana keadaanku. Kata mama, bersabarlah, kalo jodoh insya Allah ga bakal kemana, yang penting telah berusaha semampunya, kalopun tidak lulus, tidak apa2, yang penting punya pengalaman mendaftar beasiswa, dan bisa lebih fokus ke Tugas Akhir sambil persiapan mencari beasiswa S2 ke Jerman, toh kamu boleh pergi belajar kemana saja, ke Amerika, Eropa, Asia, Afrika, Australia yang penting masih di bumi Allah. Mendengar semua nasehat panjang lebar seorang wanita yang paling kusayangi, hatiku pun jauh lebih tenang dari sebelumnya. Alhamdulillah aku memiliki Ibu yang benar2 super dan tentunya memiliki orang tua yang mengizinkan anaknya untuk menuntut ilmu setinggi2nya dimana saja merupakan kebahagian tersendiri bagiku disaat banyak teman2ku yang kadang merasa terkekang oleh orang tuanya. Pagi itu, setelah semalaman tidak tidur, rasa ngantuk benar2 menyerangku, padahal hari itu aku harus kekampus untuk membahas judul Tugas Akhirku dengan Dosen Pembimbing. Aku pun memutuskan untuk tidur. Sekitar pukul 10.00 an, aku bangun dan seperti biasa beres2 ke kampus, berharap mendapatkan sesuatu di hari selasa yang cerah itu, 1 Maret 2011.

Sesampai dikampus, entah kenapa, biasanya aku jarang sekali mengaktifkan nada dering handphone. Tapi siang itu, ketika masih diatas bus, aku mengaktifkan nada deringnya, seolah2 pertanda akan ada orang yang meneleponku hari itu. Baru sekitar 5 menit aku duduk di tempat “Amak” ( tempat Ibu2 menjual makanan di jurusan), tanpa diduga, handphone ku berbunyi. Dengan cepat aku meraih handphone itu dari dalam tas dan mendapati bahwa yang sedang menelepon aku itu bukan nomor Sumatera Barat, tapi nomor Jakarta. Dalam pikiranku, aah ini pasti orang Indosat yang mungkin akan menanyakan laporan KP atau uang saku-ku. Namun aku salah besar, ketika aku menjawab telepon itu, ternyata terdengar suara seorang Ibu yang hampir mirip dengan suara Ibu yang pernah menelepon aku dulu untuk ikut wawancara. Ibu itu pun memperkenalkan dirinya, nama beliau Sri Kurniaty dari IIEF dan beliau pun menanyakan nama lengkapku sambil menanyakan juga tentang aplikasi beasiswa itu. Ada rasa sedikit gembira ketika aku mengetahui beliau dari IIEF, foundation yang menyalurkan beasiswa itu. Dalam pikirku, Ibu ini  bakal membawa berita bahagia atau tidak ya? Aku semakin penasaran. Setelah itu beliau bertanya tentang tugas akhirku dan rencana aku lulus, aku pun mengatakan bahwa aku berencana lulus September 2011, beliau pun menanyakan lagi kepastiannya, aku pun menjawab bahwa aku tidak bisa memastikan karena hingga saat aku menerima telepon itu, judul TA ku belum ada dan aku belum seminar proposal. Mendengar jawabanku yang panjang lebar tersebut, beliau pun mengatakan “SELAMAT YA NOVA RESFITA, KAMU LULUS BEASISWA IELSP”. Diam sejenak, dan tiba2 berfikir, menurutku, Alhamdulillah aku lulus untuk tahap selanjutnya. Akupun kembali bertanya kepada beliau apakah aku harus ikut seleksi tahap selanjutnya, beliau pun menjawab, “Tidak Nova, kamu udah lulus beasiswa, kamu ke USA.” SUBHANALLAH….ALHAMDULILLAH….suaraku tiba2 berat, mataku panas dan berkaca2, nafasku tak karuan, detak jantungku benar2 tak beraturan, aku yang tadinya memegang telepon sambil berdiri, tiba2 hanya terduduk diam, gemetar sambil menangis sambil memegang hp itu tanpa mematikan sambungan. Hampir 5 menit aku berada dalam keadaan yang aneh itu, aku bisa membayangkan bagaimana ekpresi Mba Chichi (panggilan Ibu Sri Kurniaty) ketika mendengar ekpresiku saat itu. Setelah beberapa saat aku tenang, beliaupun bertanya “ Tidak apa2 kan Nova? Udah tenang?”, dengan masih gemetaran aku pun menjawab “ Tidak apa2 Bu, maaf ya Bu, Terima kasih Bu.” Aah untung aja aku tidak jantungan, kalo ga mungkin aku udah pingsan.hehehe. Beliau pun menjawab, “Tidak apa2 Nova. Kamu punya pulpen? Ada yang harus kamu catat dan kamu persiapkan. Kamu udah punya passport?”. Aku pun bergegas mencari pulpen didalam tas dan mencari kertas sambil menjawab kalo aku belum punya passport. Beliau pun menyuruhku untuk membuat passport secepat2nya dan mempersiapkan dokumen2 yang diperlukan. Setelah semua info beliau sampaikan, beliaupun member salam dan untuk kesekian kalinya aku menyampaikan terima kasih sambil menutup telepon. Sementara itu, teman2, senior2 dan junior2 yang berada didekatku hanya tercengang, bingung dan bertanya2 dengan tingkahku. Bagaimana tidak, seorang nova tiba2 menjadi seperti orang gila ketika menerima telepon itu dan pakai nangis segala. Seorang seniorpun mendekatiku dan bertanya “gimana nova, lulus?”. Aku pun menjawab dengan wajah berseri2 sembari senyum “Iya uni, Alhamdulillah.” Uni itu pun member ucapan selamat dan aku mohon diri bergegas untuk memberitahu kedua orang tuaku dan “Mak Tuo”(saudara satu suku dengan ibuku) dan juga dosen pembimbingku . Ketika aku menelepon ibu, beliaupun merasa senang sekali dan berkali2 mengucapkan Alhamdulillah dan mengatakan kalo jodoh ga bakal kemana. Aku hanya bisa tersenyum sambil mengatakan Alhamdulillah juga. Berita yang benar2 diharapkan namun tidak disangka2. Tiba2 ibuku bertanya dengan nada khawatir dan cemas, “trus nanti kamu ke Amerika bagaimana? Pakai apa? Uangnya bagaimana? Tinggal dimana? Makan apa? Trus pakai bahasa apa? Kamu kan tidak kenal siapa2, jangan pergi ya nak.” Sambil tersenyum aku menjawab dengan jelas kepada ibu agar beliau tidak khawatir, “ Tenang Ma, aku kesana pakai pesawat, aku tidak sendiri karena ada teman2 lain se-Indonesia yang juga lulus, kalo tinggal mungkin di rumah orang tua asuh atau di asrama siswa, kalo masalah uang, kan beasiswa Ma, jadi semuanya ditanggung kecuali passport, kalo makanan, insya Allah makanan halal ada Ma. Kalo bahasa, nova bisa bahasa inggris walaupun sedikit2 Ma. Tidak usah cemas Ma, yang penting nova mohon izin Mama, Papa dan keluarga.” Itulah jawabanku dan alhmdulillah ibu merasa tenang mendengarnya. Bagaimana tidak, anak gadisnya, anak pertama, akan merantau jauh ke benua lain nun jauh disana, menyebrangi samudra tanpa ditemani orang tua atau famili,belum lagi dengan pergaulan orang Amerika yang sering didengar2 diberita TV. Aku bisa membayangkan betapa takut, khawatir, cemas dan bahagia bercampur aduk dalam pikiran beliau. Untunglah beliau tidak terlalu mempermasalahkannya  ditelepon setelah aku menjelaskannya kepada beliau. SUBHANALLAH, ALHAMDULILLAH….rasa syukur yang benar2 dalam atas kesempatan yang diberikan Allah kepadaku, kesempatan untuk melihat belahan bumi Allah yang lain serta menuntut ilmu disana. Terima kasih Bapak2, Ibu2, uda2 uni2 senior, teman2 dan adik2 atas semua saran dan motivasinya. Mimpiku beberapa tahun terakhir akhirnya tercapai, dan pembuktian ejekan dulu itu membawa berkah, ejekan dimana aku sering dicemooh dan dianggap sok2 an mendengar lagu2 barat dan sejenisnya.

Ternyata rencana Allah itu jauh lebih indah. Tidak ada yang tidak mungkin jika kita yakini. Dengan bermodalkan sedikit pengetahuan, percaya diri, usaha, kegigihan, pengorbanan serta doa, Alhamdulillah mimpi itu tercapai. Mungkin bagi sebagian orang hal ini hanya hal biasa, tapi bagi seorang anak petani yang hidupnya pas2an, mimpi ini merupakan hal luar biasa yang pernah diraihnya. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi teman2 pembaca. Semoga kita sukses, Marilah kita raih semua mimpi2 kita. ^_^

Salam Hangat,

Nova Resfita

Padang, 27 September 2012 Pukul 8.40 WIB